askep penyakit jantung rematik



PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Definisi

Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.


Etiologi

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.

Faktor-faktor pada individu :
  1. Faktor genetik
    Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
  2. Jenis kelamin
    Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
  3. Golongan etnik dan ras
    Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
  4. Umur
    Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
  5. Keadaan gizi dan lain-lain
    Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
  6. Reaksi autoimun
    Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

Faktor-faktor lingkungan :
  1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
    Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
  2. Iklim dan geografi
    Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
  3. Cuaca
    Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

Patogenesis
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1 – 5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.


Manifestasi Klinis

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium :

Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

askep itp



BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
            Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan dari pembekuan darah pada orang normal jumlah trombosit didalam sirkulasi berkisar antara 150.00-450.00/ul, rata – rata berumur 7-10 hari kira – kira 1/3 dari jumlah trombosit didalam sirkulasi darah mengalami penghancuran didalam limpa oleh karena itu untuk mempertahankan jumlah  trombosit  supaya  tetap  normal  di  produksi150.000-450000 sel trombosit perhari. Jika jumlah trombosit kurang dari30.000/mL,  bisa  terjadi  perdarahan  abnormal  meskipun  biasanyagangguan  baru  timbul  jika  jumlah  trombosit  mencapai  kurang  dari10.000/mL. (Sudoyo, dkk ,2006). Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, danterjadi  akibat  penurunan  reproduksi  trombosit,  seperti  pada  anemiaaplastik,  mielofibrosis,  terapi  radiasi  atau  leukimia,  peningkatanpenghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ; toksisitas obat, ataukoagulasi  intravaskuler,  diseminasi  (DIC);  distribusi  abnormal  atausekuestrasi pada limpa ; atau trombositopenia dilusional setelah hemoragiatau tranfusi sel darah merah. (Sandara, 2003).  
             Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yangdiinduksi oleh obat seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas. Atauoleh autoantibodi(anti bodi yang bekerja melawan jaringannya sendiri).Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti lupus eritematosus,leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura trombositopenik idiopatik (ITP).
            ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasisebagai trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosityang sering kurang dari 10.000/mm3. antibodi Ig G yang ditemukan padamembran trombosit dan meningkatnya pembuangan dan penghancurantrombosit oleh sistem makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).
            Trombositopenia berat dapat mengakibatkan  kmatian akibatkehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap tahun. Dengan anak melingkupiseparuh  daripada  bilangan  tersebut.  Kejadian  atau  insiden  immuneTrombositopenia Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-ana dan2 kasus per 100.000 orang dewasa. Tetapi data tersebut dari populasi atauperkumpulan berbasis pendidikan yang sangat luas. Kebanyakan kesusutan immune trombositopenia purpura (ITP) yang pada umumnya terjadi pada anak – anak kurang perhatian medis. Immunetrombositopenia purpura (ITP) dilaporkan 9,5 per 100.000 orang di mirland.(Emedicine, 2008).

2. Tujuan
ü  Tujuan Umum
            Untuk mendapatkan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan  keperawatan klien gangguan hematology dan Idiopatic Trombositopenia Purpura
ü  Tujuan Khusus
Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai :
Pengkajian klien   dengan gangguan hematology dan ITP
Diagnosa yang mungkin timbul pada klien gangguan  hematology dan ITP
Intervensi yang akan dilaksanakan pada klien gannguan hematology danITP
Pelaksaan tindakankeperawatan pada klien gangguan hematology danITP
Evaluasi keperawatan klien gangguan hematology dan ITP
ü  Manfaat
·         Sebagai bahan pembelajaran untuk penderita gangguan hematology dan ITP agar lebih menjaga kesehatannya
·         Sebagai tambahan membuat asuhan keperawatan
·         Sebagai sumber informasi bagi para pembaca









BAB 2
TINJAUAN TEORI
1. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
ü Trombositopenia  adalah  suatu  kekurangan  trombosit,  yang merupakan bagian dari pembekuan darah.
ü  ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita (Kapita selekta kedokteran jilid 2)
ü   ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat ppenurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal
ü  ITP adalah salah satu gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi.(Perawatan Pediatri Edisi 3)
B. ANATOMI FISIOLOGI
ANATOMI DAN KOMPONEN DARAH

KOMPONEN SEL.
  1. Sel darah merah (eritrosit).
    Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah.
    Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
    Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
  2. Sel darah putih (leukosit.
    Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660 sel darah merah.
    Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi.
    - Neutrofil, juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak.
    Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan.
    Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang).
    - Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T (memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma).
    - Monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi.
    - Eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi.
    - Basofil juga berperan dalam respon alergi.
  3. Platelet (trombosit).
    Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih.
Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan.
Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan.
Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu mempermudah pembekuan.
Sel darah merah cenderung untuk mengalir dengan lancar dalam pembuluh darah, tetapi tidak demikian halnya dengan sel darah putih. Banyak sel darah putih yang menempel pada dinding pembuluh darah atau bahkan menembus dinding untuk masuk ke jaringan yang lain.
Jika sel darah putih sampai ke daerah yang mengalami infeksi atau masalah lainnya, mereka melepaskan bahan-bahan yang akan lebih banyak menarik sel darah putih. Fungsi sel darah putih adalah seperti tentara, menyebar di seluruh tubuh, tetapi siap untuk dikumpulkan dan melawan berbagai organisme yang masuk ke dalam tubuh.









Di dalam sumsum tulang, semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel stem.
Jika sebuah sel stem membelah, yang pertama kali terbentuk adalah sel darah merah yang belum matang (imatur), sel darah putih atau sel yang membentuk trombosit (megakariosit).
Kemudian jika sel imatur membelah, akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi sel darah merah, sel darah putih atau trombosit.


Fungsi
Mencegah ke bocoran darah spontan pada pembuluh darah kecil,membant proses pembekuan darah
C. ETIOLOGI
 a .         Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibody yang menyerang sel trombosit, sehinngga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, diman tubuh menghasilkan antibodi yang meyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, anti bodi adalah respon tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk kedalam tubuh. Tetapi untuk pendrita ITP, antibodinya bahkan menyeran sel-sel darah tubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006)
      Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat,persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhantubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh system immune dalam tubuh. Secara normal system immune membuat antibody untuk melawan benda asing yang masuk kedalam tubuh. Pada penderita ITP, system immune melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan system immune menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (Anainformation center, 2008).
 b .        ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hepersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi,panas), kekurangan factor prmatangan (misalnya: malnutrisi), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), autoimn,. Berdasarkan kanetiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa).
 c .         ITP juga terjadi pada pengidap HIV. Sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga bleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan factor-faktor yang berikatan dengan penyakit ini adalah seperti berikut : parpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan radang gigi, immunisasi virus yang terkini, dan penyakit virus yang terkini.
 d .         Jenis ITP
a. Akut.
ü  Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.
ü   Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosis (remisi spontan).
ü  Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
b. Kronik
ü  Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis.
ü   Awitan tersembunyi dan berbahaya.
ü  Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.
ü  Bentuk ini terutama pada orang dewasa.
c. Kambuhan
ü  Mula-mula terjadi trombositopenia.
ü  Relaps berulang.
ü  Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.

D. GEJALA KLINIS
Awitan biasanya akut dengan gambaran sebagai berikut:
a. Masa prodormal, keletihan, demam dan nyeri abdomen.
b. Secara spontan timbul petekie dan ekimosis pada kulit.
c. Epistaksis.                           
d. Perdarahan mukosa mulut.
e. Menoragia.
f. Memar.




E. PATOFISIOLOGI
       virus
   pembuluh darah
limfe,sumsum        humural antiplatelet                       PAIgG ↑
tulang,hati             factor/platelet associ                          PAIgG dan antigen membentuk
                               ate IgG (PAIgG)                    kompleks antigen-antibodi
                                                                              melekat pada trombosit
                                                                             
destruksi trombosit
                                                                                jumlah trombosit ↓
                              jika terjadi trauma                                                                                                                                                                                     perdarahan
                                                                                   fungsi organ




dibawah kulit                                                    inflamasi organ                                     anemia




ekimosis,ptekie,memar                                  edem                 demam
                                                     
gangguan     resti injuri      resti infeksi           nyeri          gangguan peningkatan
      integritas                                                                           suhu tubuh
      kulit

F. PENATALAKSANAAN
a. ITP Akut
ü  Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
ü  Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan kortikosteroid.
ü  Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.
ü  Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit.
b. ITP Menahun
ü  Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan.
Missal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).
ü  Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral.
- Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
- Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
ü  Splenektomi.
- Indikasi:
ü  Resisten terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 2 – 3 bulan.
ü   Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
ü  Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun perlu dosis tinggi untuk mempertahankan klinis yang baik tanpa perdarahan.
- Kontra indikasi:
ü  Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening dan thymus)

2. KONSEP DASAR ASKEP
A. PENGKAJIAN
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
ü  Petekie terjadi spontan.
ü  Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
ü  Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
ü  Menoragie.
ü  Hematuria.
ü  Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
Gejala : – keletihan, kelemahan, malaise umum.
- toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda  – takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
- kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
Gejala : – riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat.
- palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : – TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
Gejala : keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan transfuse darah.
Tanda : DEPRESI.


g. Eliminasi.
Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
Gejala : – penurunan masukan diet.
- mual dan muntah.
Tanda : turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
Gejala : – sakit kepala, pusing.
- kelemahan, penurunan penglihatan.
Tanda : – epistaksis.
- mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : takipnea, dispnea.

k. Pernafasan.
Gejala : nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
e. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
v  Tujuan:
ü  Menghilangkan mual dan muntah
v   Kriteria hasil:
ü  Menunjukkan berat badan stabil
v  Intervensi keperawatan:
Ø  Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun kuantitas.
Rasional : mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
Ø  Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai dengan kalori.
Ø  Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional : anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang serius.
Ø  Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
Ø  Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi.
Rasional : meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
v  Tujuan:
ü  Tekanan darah normal.
ü  Pangisian kapiler baik.
v  Kriteria hasil:
ü  Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.
v  Intervensi keperawatan:
Ø  Awasi TTV, kaji pengisian kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
Ø   Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
Ø  Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangasang.
Rasional : dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.
Ø  Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas.
Rasional : dispne karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
v  Tujuan:
ü  Mengurangi distress pernafasan.
v  Kriteria hasil:
ü  Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif
v  Intervensi keperawatan:
Ø  Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama.
Rasional : perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya intervensi.
Ø  Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.
Rasional : memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
Ø  Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara periodic.
Rasional : meningkatkan areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi.
Ø  Bantu dengan teknik nafas dalam.
Rasional : membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
v  Tujuan:
ü  Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.
v   Kriteria hasil:
ü  Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
v  Intervensi keperawatan:
Ø  Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø  Awasi TD, nadi, pernafasan.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk emmbawa jumlah oksigen ke jaringan.
Ø  Berikan lingkungan tenang.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
Ø  Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional : hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
e. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
v  Tujuan:
ü  Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
v   Kriteria hasil:
ü  Menyatakan pemahaman proses penyakit.
ü  Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.
v  Intervensi keperawatan:
Ø  Berikan informasi tntang ITP. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
Ø  Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ketidak tahuan meningkatkan stress.
Ø  Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.
Rasional : merupakan kekwatiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien / keluarga.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1.    Memberikan seka pada klien
2.   Mendemonstrasikan pola hidup bersih yang benar seperti mandi 3 x sehari
3.    Mengajarkan klien dalam melakukan aktifitas
4.    Untuk relaksasi mengajarkan klien untuk menarik secara dalam dan                                                      mengeluarkansecara perlahan dari mulut
5.   Memberikan salep dan balutan steril

E. EVALUASI KEPERAWATAN
v  Menunjukkan berat badan stabil
v  Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.
v  Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif
v  Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
v  Menyatakan pemahaman proses penyakit.
v  Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan




BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan
            Trombositopenia menggambarkan individu yag mengalami ataupada  resiko  tinggi  untuk mengalami  insufisiensi  trombosit  sirkulasi.Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun,distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau dilusivaskuler.Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITPadalah Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darahpada urin dan feses Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikandapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan padawanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan padaotak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yangrendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi,atau gejala yang lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah denganmencegah atau mengatasi perdarahan yang terjadi.

2. Saran
 a .    Perawat harus membantau setiap perkembangan yang terjadi padapasien yang menderita ITP.
 b .  Perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan yang bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien.
 c .   Perawat harus menerapkap komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat kecemasan pasien






















DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A Newma, 2006,Kamus Kedokteran Dorland. Edisi   29,EGC :       Jakarta.
Guyton, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta
Behrman. 2006
. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Cecily L. 2003. Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 3. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta
Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika


Back to Top