askep konjungtivitis ( peradangan pada mata)



BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Struktur dan Fungsi Mata

Mata memiliki struktur sebagai berikut:
  1. Sklera (bagian putih mata)
    Merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.
  2. Konjungtiva
    Selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sklera.
  3. Kornea
    Struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
  4. Pupil
    Daerah hitam di tengah-tengah iris.
  5. Iris
    Jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
  6. Lensa
    Struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
  7. Retina
    Lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.
  8. Saraf optikus
    Kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke otak.




     
  9. Humor aqueus
    Cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
  10. Humor vitreus
    Gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata).
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain, sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan (Brunner dan Suddarth, 2001)

Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yan menyebabkan cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraselular/respon antigen antibodi (dr. Difa Danis, kamus istilah kedokteran , 2002).
Inflamasi dan infeksi dapat terjadi pada beberapa struktur mata dan terhitung lebih dari setengah kelainan mata. Kelainan-kelainan yang umum terjadi pada mata oarng dewasa meliputi sebagai berikut :
  1. Radang/inflamasi pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, koroid badan ciriary dan iris
  2. Katarak, kekeruhan lensa
  3. Glaukoma, peningkatan tekanan dalam bola mata (IOP)
  4. Retina robek/lepas
Tetapi sebagian orang mengira penyakit radang mata/mata merah hanya penyakit biasa cukup diberi tetes mata biasa sudah cukup. Padahal bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina.


 

 
  1. TUJUAN
    1. Tujuan Umum
      Untuk menambah wawasan pembaca tentang penyakit infeksi/peradangan pada mata yang terdiri dari konjungstivitis, keratitis, dan uveitis.
    2. Tujuan Khusus
      1. Mengetahui definisi konjungtivitis, keratitis, dan uveitis
      2. Mengatur tentang infeksi mata
      3. Mengerti tentang tanda dan gejala infeksi mata
      4. Mengetahui macam – macam infeksi mata
      5. Mengetahui komplikasi infeksi mata
      6. Mengetahui cara pencegahan dan penatalaksanaan infeksi mata


BAB II

TINJAUAN TEORI

  1. KONSEP MEDIK
    1. Konjungtivitis
      1. Defenisi
        Konjungtivitis (mata merah) adalah inflamasi pada konjungtiva oleh virus, bakteri, clamydia, alergi, trauma (sengatan matahari) (Barbara C Long, 1996).

        Konjungtivitas adalah inflamasi peradangan konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat, mata tampak merah sehingga sering disebut penyakit mata merah (Brunner dan suddarth, 2001).
      2. Etiologi
        1. Bisa bersifat infeksius (bakteri, klamidia, virus, jamur, parasit)
        2. Imunologis (alergi)
        3. Iritatif ( bahan kimia, suhu listrik, radiasi, misalnya akibat sinar ultraviolet )
      3. Manifestasi Klinik
        Tanda dan gejala konjungtivitis bisa meliputi

        1. Hiperemia (kemerahan)
        2. Cairan
        3. Edema
        4. Pengeluaran air mata
        5. Gatal pada kornea
        6. Rasa terbakar/rasa tercakar
        7. Seperti terasa ada benda asing
      4. Penatalaksanaan / Pengobatan
        Penatalaksanaan, konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Tapi, bergantung pada penyebabnya, terapi dapat meliputi antibiotik sistemik atau topikal, bahan antiinflamasi, irigasi mata, pembersih kelopak mata, atau kompres hangat.

        Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, untuk mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan untuk mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.
      5. Komplikasi
        1. Komplikasi pada konjungstivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
        2. Komplikasi pada konjungstivitis purulenta adalah seringnya berupa ulkus kornea
        3. Komplikasi pada konjungstivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan parut yang tebal di kornea dapat mengganggu penglihatan orang menjadi buta
        4. Komplikasi konjungstivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu pengelihatan
    2. Keratitis
      1. Defenisi
        Keratitis adalah inflamasi pada kornea oleh bakteri, virus, hespes simplek, alergi, kekurangan vit. A (Barbara C Lonf 1996)

        Keratitis adalah peradangan pada kornea, keratitis disebabkan oleh mikrobial dan pemajanan.
  • Keratitis Mikrobial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh berbagai organisme bakteri, virus, jamur/parasit. serta abrasi yang sangat bisa menjadi pintu masuk bakteri.
  • Keratitis Pemajanan adalah infeksi pada kornea yang terjadi akibat kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata. Kekeringan mata dapat terjadi dan kemudian diikuti ulserasi dan infeksi sekunder (Brunner dan Suddarth, 2001)
  1. Etiologi
    Penyebab dari keratitis yaitu ;

    1. Organisme bakteri
    2. Virus
    3. Jamur atau parasit (Brunner dan Suddarth, 2001)
  2. Manifestasi Klinik
    Manifestasi klinis dari keratitis meliputi :

    1. Inflamasi bola mata yang jelas
    2. Terasa benda asing di mata
    3. Cairan mokopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun
    4. Ulserasi epitel
    5. Hipopion (terkumpulnya nanah dalam kamera anterior)
    6. Dapat terjadi perforasi kornea
    7. Ekstrusi iris dan endoftalmitis
    8. Fotofobia
    9. Mata berair
    10. Kehilangan penglihatan bila tidak terkontrol (Brunner dan Suddarth, 2001)
  3. Penatalaksanaan / Pengobatan
  • Keratitis Mikrobial
  1. Pasien dengan infeksi kornea berat dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali) tetes anti mikroba dan
  2. Pemeriksaan berkala oleh ahli optalmologi
  3. Cuci tangan secara seksama
  4. Harus memakai sarung tangan setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata
  5. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya dan perlu diberi kompres dingin
  6. Diperlukan aseaminofen untuk mengontrol nyeri. Dan diresepkan sikloplegik dan midriatik untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
  • Keraktitis Pemajanan
  1. Memplester kelopak mata atau membalut dengan ringan mata yang telah diberi pelumas. Pada yang mengalami penurunan perlindungan sensori terhadap kornea
  2. Dapat dipasang lensa kontak lunak tipe-balutan. Lensa kontak lunak tipe-balutan dipasang sesuai ukuran. Hal ini untuk mempertahankan permukaan kornea, mempercepat penyembuhan efek epitel dan memberikan rasa nyaman.
  3. Perisai kolagen bisa dipergunakan untuk perlindungan kornea jangka pendek (Brunne dan Suddarth, 2001)
  1. Komplikasi
    Komplikasi keratitis, yaitu ;

    1. Hipopion
    2. Perforasi kornea
  1. Uveitis
    1. Defenisi
      Uveitis adalah peradangan pada uvea yang terdiri dari 3 struktur yaitu iris, badan siliar, karoid.

      Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea (iris, badan siliar dan karoid). karena uvea mengandung banyak pembuluh darah yang memberikan nutrisi pada mata maka jika terjadi peradangan pada lapisan ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan (Brunner dan Suddarth, 2001)


       
    2. Etiologi
      1. Alergen
      2. Bakteri
      3. Jamur
      4. Virus
      5. Bahan kimia
      6. Trauma
      7. Penyakit sistemik seperti sarkoidosis, kolitis, ulserativa, spondilitis, ankilosis, sindroma reiter, pars planitis, toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, nekrosis retina akut, toksokariasis, histoplamosis, tuberkulosis, sifilis, sindroma behcel, oflamia simpatetik, sindroma vogt-hoyanagi-harada, sarkoma/limfoma
    3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari uveitis meliputi :

Anterior :
  1. nyeri mata
  2. fotofobia
  3. lakrimasi penglihatan kabur
  4. pupil kecil
Posterior :

  1. Penurunan penglihatan
  2. Tidak nyaman yang ringan pada mata
  3. Gejala awal pada uveitis mungkin tidak terlalu berat. Penglihatan menjadi kabur/penderita melihat bintik–bintik hitam yang nelayang–layang. pada iritis biasanya timbul nyeri hebat, kemerahan pada sklera (bagian putih mata) dan fotofobia
  1. Penatalaksanaan / Pengobatan
    Penatalaksanaan pada uveitis, yaitu ;

    1. Pada uveitis anterior kronis (iritis), obat mata dilatar harus diberikan segera untuk mencegah pembentukan jaringan parut dan adesi ke lensa. Kortikosteroid lakal dipergunakan untuk mengurangi peradangan dan kaca mata hitam
    2. Pada uveitis intermediat (pars planis, siklitis kronis), diberikan steroid topikal atau injeksi untuk kasus yang berat
    3. Pada uveitis posterior (peradangan yang mengenai khoroid/retina) biasanya berhubungan dengan berbagai macam penyakit sistemik seperti AIDS. Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk mengurangi peradangan bersama dengan terapi terhadap keadaan sistemik yang mendasarinya. (Brunner dan Suddarth, 2001)
  2. Komplikasi
    Komplikasi uveitis, meliputi ;

    1. Katarak
    2. Retinitis proliferans
    3. Ablasi retina
    4. Glaukoma sekunder, yang dapat terjadi pada stadium dini dan juga pada stadium lanjut (dr. Nana Wijana, 1993)
  1. PATOFISIOLOGI
    Sebagian besar inflamasi mata disebabkan oleh mikroorganisme, irigasi mekanis, atau sensitivitas terhadap suatu zat. untungnya inflamasi tersebut tidak meninggalkan bekas yang permanen. inflamasi kornea yang berat atau ulkus kornea dapat menyebabkan kerusakan kornea yang menyebabkan gangguan penglihatan. Komplikasi dari uveitis dapat menimbulkan perekatan, glaukoma sekunder dan hilang penglihatan.

    Sebagian besar inflamasi mata adalah tembel dan konjungstivitis. Tembel adalah infeksi folikel bulu mata atau kelenjar pinggir kelopak mata yang relatif ringan. Organisme orang yang sering menginfeksi adalah stafilokokus. Infeksi ini cenderung berkumpul karena organisma infeksi menyebar dari folikel rambut yang satu ke yang lainnya. Kebersihan yang kurang dan gangguan kosmetik yang berlebihan dapat merugikan faktor pendukung. Orang–orang seharusnya diajarkan untuk tidak memencet tembel karena infeksi dapat menyebar dan menyebabkan selulitis pada kelopak mata.

    Konjungtivitis merupakan bagian besar dari penyakit mata dan ada yang akut dan ada yang kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya ditularkan oleh kontak langsung. Orang yang menyentuh matanya dengan jari akan mengkontaminasi benda–benda seperti : handuk atau lap. Organisme penyebabnya biasanya stafilokokus dan adenovirus.

    Konjungstivitis sederhana biasanya tidak lama. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis menyebabkan trachoma, suatu bentuk konjungstivitis yang jarang di Amerika Serikat. tetapi bisa menyebabkan kebutaan terutama bagi orang-orang yang hidup didaerah kering dan pendapatannya rendah, negara-negara di mediterranean yang panas dan timur jauh.

    Trachoma timbul mengikuti konjungstivitis akut, kelopak mata menjadi berparut dan terbentuk granulasi-granulasi di permukaan dalam kelopak dan menyebar ke kornea yang pada akhirnya menimbulkan hilangnya penglihatan. Pemeliharaan kebersihan penting untuk mencegah dan mengatasi trachoma. Kornea yang parut memerlukan transplantasi kornea mata. Konjungstivitis alergi biasanya disertai demam, kronis dan berulang-ulang. (Barbara C .Long, 1996)

    Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva terinfeksi dengan mikro organisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film, pada permukaan konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Tear film mengandung beta lysine, lysozyne, Ig A, Ig G yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada kuman pathogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis.
  2. KONSEP KEPERAWATAN
    1. Pengkajian
  • Pengkajian ketajaman mata
  • Pengkajian rasa nyeri
  • Kesimetrisan kelopak mata
  • Reaksi mata terhadap cahaya/gerakan mata
  • Warna mata
  • Kemampuan membuka dan menutup mata
  • Pengkajian lapang pandang
  • Menginspeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya pembengkakan 4 inflamasi ( Brunner dan Suddarth, 2001)
  1. Analisa Data
  • Data fokus
  1. Gatal-gatal
  2. Nyeri (ringan sampai berat)
  3. Lakrimasi (mata selalu berair)
  4. Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)
  1. Diagnosa Keperawatan
    1. Nyeri pada mata berhubungan dengan edema mata, sekresi, fotofobia, peningkatan TIO atau inflamasi
    2. Gangguan penglihatan berhubungan dengan kerusakan kornea
    3. Potensial infeksi, penyebaran ke mata yang tidak sakit berhubungan dengan kurang pengetahuan, peradangan
    4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya
    5. Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata (bengkak / edema).
    6. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
  2. Fokus Intervensi
    1. Dx Keperawatan ; Nyeri pada mata berhubungan dengan edema mata, fotofobia dan inflamasi
      Tujuan yang diharapkan ;
  • Keadaan nyeri pasien berkurang
Intervensi

  1. Beri kompres basah hangat
    Rasionalisasi : Mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan, dan membersihkan mata
  2. Kompres basah dengan NaCL dingin
    Rasionalisasi : mencegah dan mengurangi edema dan gatal-gatal yang berat
  3. Beri irigasi
    Rasionalisasi : untuk mengeluarkan sekret, benda asing/kotoran dan zat-zat kimia dari mata (Barbara C .Long, 1996)
  4. Dorong penggunaaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
    Rasionalisasi : cahaya yang kuat meyebabkan rasa tak nyaman
  5. Beri obat untuk megontrol nyeri sesuai resep
    Rasionalisasi : pemakaian obat sesuai resep akan mengurangi nyeri
    (Brunner dan Suddarth, 1996)
  1. Dx Keperawatan ; Gangguan penglihatan berhubungan dengan kerusakan kornea
    Tujuan yang diharapkan
  • Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Intervensi

  1. Tentukan ketajaman, catat apakah satu atau kedua mata terlibat
    Rasionalisasi : kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif, bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda tetapi, biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
  2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya
    Rasionalisasi : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan menurunkan cemas dan disorientasi pascaoperatif (Marilynn E. Doenges, 2000)
  1. Dx Keperawatan ; Potensial infeksi, penyebaran ke mata yang tak sakit berhubungan dengan kurang pengetahuan
    Tujuan yang diharapkan
  • Infeksi tidak menyebar ke mata sebelahnya ( Barbara C .Long, 1996)
Intervensi

  1. Monitor pemberian antibiotik dan kaji efek sampingnya
    Rasionalisasi : mencegah komplikasi
  2. Lakukan tehnik steril
    Rasionalisasi : mencegah infeksi silang
  3. Lakukan penkes tentang pencegahan dan penularan penyakit
    Rasionalisasi : memberikan pengetahuan dasar bagaimana cara memproteksi diri (Tarwoto dan Warunnah, 2003)
  1. Dx Keperawatan ; Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya penglihatan
    Tujuan yang diharapkan
  • Menyatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilan tentang penilaian diri
Intervensi

  1. Berikan pemahaman tentang kehilangan untuk individu dan orang dekat, sehubungan dengan terlihatnya kehilangan, kehilangan fungsi, dan emosi yang terpendam
    Rasionalisasi : Dengan kehilangan bagian atau fungsi tubuh bisa menyebabkan individu melakukan penolakan, syok, marah, dan tertekan
  2. Dorong individu tersebut dalam merespon terhadap kekurangannya itu tidak dengan penolakan, syok, marah,dan tertekan
    Rasionalisasi : Supaya pasien dapat menerima kekurangannya dengan lebih ikhlas
  3. Sadari pengaruh reaksi-reaksi dari orang lain atas kekurangannya itu dan dorong membagi perasaan dengan orang lain.
    Rasionalisasi : Bila reaksi keluarga bagus dapat meningkatkan rasa percaya diri individu dan dapat membagi perasaan kepada orang lain.
  4. Ajarkan individu memantau kemajuannya sendiri
    Rasionalisasi : Mengetahui seberapa jauh kemampuan individu

    dengan kekurangan yang dimiliki (Lynda Jual Carpenito,


DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta ; CV. Sagung Seto

Ilyas, Sidarta. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta ; Penerbit Media Aesculapius

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


askep stroke



Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik

secara garis besar asuhan keperawatan pada stroke hemoragik terdiri dari lima tahap yaitu :
1. pengkajian keperawatan
2. diangnosa keperawatan
3. rencana keperawatan
4. pelaksanaan keperawatan
5. evaluasi keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data yang sengaja dilakukan secara sistematik untuk menentukan keadaan kesehatan klien sekarang dan masa lalu serta untuk mengevaluasi pola koping klien sekarang dan masa lalu. Data dapat diperoleh dengan 5 (lima) cara yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, menelaah catatan dan laporan diagnostik serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. Untuk mewujudkan pengkajian yang akurat, perawat harus dapat berkomunikasi secara efektif, mengobservasi secara sistematik dan menginterprestasikan data yang akurat (Carpenito, 2000)
Data dasar yang ada pada saat pengkajian pasien stroke menurut Doenges, Moorhouse, Geissler (1999) adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Adanya kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis, terdapat gangguan tonus otot dan gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Adanya hipertensi arterial, disritmia, desiran pada karotis, femoralis dan aorta yang abnormal.
3. Integritas Ego
Ditemukan adanya emosi yang labil dan kesulitan untuk mengekspresikan diri, perasaan tidak berdaya dan putus asa.
4. Eliminasi
Ditemukan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine maupun anuria, distensi abdomen (pada perabaan kandung kemih berlebihan).
5. Status Nutrisi
Didapatkan anoreksia, mual dan muntah selama fase peningkatan TIK, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan dan disfagia (kesulitan menelan).
6. Neurosensori
Adanya sakit kepala (yang bertambah berat dengan adanya perdarahan intraserebral), kelemahan, kesemutan, penglihatan menurun (total), kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) serta hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas. Dapat juga ditemukan adanya gangguan tingkat kesadaran seperti koma, kelemahan atau paralisis, pada ekstermitas (kontralateral pada semua jenis stroke), parase pada wajah, afasia, miosis/midriasis pada pupil disertai dengan ukuran yang tidak sama.
7. Nyeri/kenyamanan
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-bada, adanya tingkah laku yang tidak stabil dan gelisah
8. Pernafasan
Ditandai dengan ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas.
9. Keamanan
Ditemukan perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri atau kanan, gangguan berespon terhadap panas atau dingin.
10. Interaksi sosial
Masalah dalam berbicara, ketidak mampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan atau pembelajaran
Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke dan pacandu alcohol.
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan memperlihatkan edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
b. Sinar X menggambarkan klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
c. EEG mengidentifikasi masalah berdasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
d. Angiografi serebral memperlihatkan adanya perdarahan arteri atau adanya oklusi atau ruptur.
e. MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena (AVM).
f. Pungsi lumbal memperlihatkan adanya peningkatan dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan intrakranial.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges dkk, 1999).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan stroke hemoragik menurut Doenges, et al (1999) adalah :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial atau oral, kelemahan/kelelahan umum.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit).
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot, kerusakan perseptual/kognitif.
6. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler atau perseptual.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta perawatan.

C. Perencanaan Keperawatan Stroke Hemoragik
Sebagai langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah perencanaan yaitu penentuan apa yang ingin dilakukan untuk membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan dan mengatasi masalah keperawatan.
Fase perencanaan dari proses keperawatan mempunyai 3 (tiga) komponen (Carpenito, 2000) yaitu :
1. Menetapkan set prioritas diagnosis
Untuk membedakan prioritas diagnosa dari semua yang penting, tapi bukan prioritas.
a. Diagnosa prioritas
Diagnosa-diagnosa keperawatan atau masalah-masalah kolaboratif yang apabila tidak diarahkan akan menghambat kemajuan untuk mencapai hasil atau akan berpengaruh negative pada status fungsional klien (gangguan perfusi jaringan serebral pada klien dengan perdarahan di otak)
b. Diagnosa penting
Diagnosa-diagnosa keperawatan atau masalah-masalah kolaboratif dimana pengobatanya dapat ditangguhkan pada waktu lain tanpa menurunkan status fungsional yang ada (resiko gangguan perawatan diri pada pasien dengan kondisi kesehatan yang mulai stabil)
2. Menyusun kriteria hasil dan sasaran keperawatan
Menurut Bulechek dan McCloskey (1985) dalam Carpenito (2000) Tujuan diagnosa keperawatan adalah sebagai “pos pemandu untuk memilih intervensi keperawatan dan kriteria evaluasi dari intervensi keperawatan”.
3. Memutuskan intervensi keperawatan
Bulechek dan McCloskey (1989) mendifinisikan intervensi keperawatan sebagai suatu tindakan perawatan langsung yang dapat dilakukan perawat atas nama klien. Tindakan ini termasuk tindakan inisiatif perawat sebagai hasil dari diagnosa keperawatan, tindakan inisiatif dokter sebagai hasil dari diagnosa medis dan penampilan dari fungsi harian yang esensial bagi klien yang tidak dapat melakukannya.
Diagnosa keperawatan yang telah disusun pada pasien dengan stroke hemoragik, maka rencana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan menurut Doenges et al, (1999) adalah :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
Kriteria evalusi pasien akan :
a. mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, kognisidan fungsi motorik atau sensori.
b. mendemostrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK).
Intervensi :
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional : Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan atau kemunduran tanda atau kemunduran tanda atau gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan pembendahan dan atau pasien harus di pindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU).
b. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar
Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan Sistem Saraf Pusat (SSP). Dapat menunjukan Transient Ischemic Attack (TIA).
c. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien sadar.
Rasional : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi/derajat gangguan serebral dan mungkin mengidentifikasikan dengan penurunan/peningkatan TIK.
d. Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang tenang; batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
Rasional : Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragi
e. Pentau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
Rasional : Hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi karena edema, adanya formasi bekuan darah. Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan.
f. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan, dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
g. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.
Rasional : Gangguan penglihatan yang telah spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang harus dilakukan.
h. Pantau pemasukan dan pengeluaran.
Rasional : Keseimbangan harus dipertahankan untuk menjamin hidrasi untuk mengencerkan sekresi pada saat yang sama mencegah hipovolemia yang meningkatkan TIK (Tucker et al, 1998).
i. Pertahankan kepala atau leher pada posisi tengah atau posisi netral, sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala.
Rasional : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirklasi atau perfusi serebral (Tucker et al, 1998).
j. Kolaborasi dalam analisa gas darah dan pemberian terapi medis.
Rasional : Hipoksia dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan terbentuknya edema (Tucker et al,1998).
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, flaksid/paralisis hipotonik, paralisis spastis.
Kriteria evaluasi pasien akan :
a. mempertahankan posisi yang optimal yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
b. mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dari fungsi bagian tubuh yang terkena.
c. mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas, serta mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0-4.
0 = pasien tidak tergantung pada orang lain
1 = pasien butuh sedikit bantuan
2 = pasien butuh bantuan/pangawasan/bimbingan sederhana
3 = pasien butuh bantuan/peralatan yang banyak
4 = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.
b. Ubah posisi minimal tiap dua jam (miring, telentang).
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus
c. Lakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas (bila memungkinkan). Sokong ekstermitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki selama periode paralisis.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, menurunkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur menurunkan resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan.
d. Gunakan penyangga lengan ketika klien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
Rasional : Selama paralisis flaksid, penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasio lengan dan “sindrom bahu-lengan”.
e. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
f. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala) tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat tidur.
Rasional : Membantu dalam melatih kembali fungsi saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
g. Alasi kursi duduk dengan busa atau balon air dan bantu pasien untuk memindahkan berat badan dalam interval yang teratur.
Rasional : Mencegah/menurunkan tekanan koksigeal atau kerusakan kulit.
h. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
Rasional : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
i. Lakukan massase pada daerah kemerahan dan beri alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai kebutuhan.
Rasional : Titik-titik takanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk terjadinya penurunan perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan memberikan bantalan membantu mencegah kerusakan kulit dan berkembangnya dekubitus.
j. Susun tujuan dengan klien atau orang terdekat untuk berpartisipasi dalam latihan dan mengubah posisi.
Rasional : Meningkatkan harapan terhadap perkembangan atau peningkatan dan memeberikan perasaan kontrol atau kemandirian.
k. Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kembali sebagai bagian dari tubuhnya sendiri.
l. Kolaborasikan dengan ahli fisioterapi dan obat-obatan medis dalam membantu pemulihan kondisi.
Rasional : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasia/oral.
Kriteria hasil pasien akan :
mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi, membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan, menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji derajat disfungsi, seperti klien mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
b. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti atau berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi isi atau makna yang terkandung.
c. Tunjukkan objek dan minta klien untuk menunjukkan nama dari objek tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik) seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
d. Minta klien untuk menggucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”.
Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti : lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi.
e. Minta klien untuk menulis nama atau kalimat pendek.
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensori dan afasia motorik.
f. Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jatak waktu untuk merespons. Bicaralah tanpa tekanan pada sebuah respons.
Rasional : Perawat tidak perlu merusak pendengaran dan meninggikan suara dapat menimbulkan pasien marah. Mefokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan pasien terpaksa untuk bicara otomatis seperti : memutarbalikkan kata.
g. Anjurkan kepada orang terdekat untuk tetap memelihara komunikasi dengan klien.
Rasional : Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, trasmisi, integrasi (trauma neurologis).
Kriteria evaluasi pasien akan :
mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residual, mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap/defisit hasil.
Intervensi :
a. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang menggangu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
b. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu menyala, letakkan banda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit jika perlu.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah persepsi, mencegah pasien dari terkejut. Penutupan mata mungkin dapat menurunkan kebingungan karena adanya pandangan ganda.
c. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabotan yang membahayakan.
Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interprestasi lingkungan, menurunkan resiko terjadinya kecelakaan
d. Lindungi pasien dari suhu yang berlebih, kaji adanya lingkungan yang membahayakan. Rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
e. Hindari kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebih sesuai kebutuhan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respons emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan.
f. Lakukan validasi terhadap persepsi pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungannya, staf dan tindakan yang akan dilakukan.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak-konsistenan dari persepsi dan integritas stimulasi dan mungkin menurunkan distorsi persepsi pada realitas.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
Kriteria evaluasi pasien akan :
mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang memenuhi kebutuhan perawatan diri, melakukan akativitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri, mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
0 = pasien tidak tergantung pada orang lain.
1 = pasien butuh sedikit bantuan.
2 = pasien butuh bantuan/pangawasan/bimbingan sederhana.
3 = pasien butuh bantuan/peralatan yang banyak.
4 = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.
Rasional : Mambantu dalam mangantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
c. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.
d. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.
Rasional : Pasien akan memerlukan empati tapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten
6. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
Kriteria evaluasi pasien akan :
Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi, mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negatif.
Intervensi :
a. Kaji luasnya gangguan peresepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.
Rasional : Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi.
b. Anjurkan pasien untuk mengekpresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.
Rasional : Mendemonstrasikan penerimaan/membantu pasien untuk mengenal dan mulai mamahami perasaan ini.
c. Tekankan keberhasilan yang kecil sekali pun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien.
Rasional : Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu menurunkan perasaan marah dan ketidakberdayaan dan menimbulkan perasaan adanya perkembangan.
d. Bantu dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional : Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
e. Dorong orang terdekat agar memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional : Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
f. Berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti meningkatkan minat/pertisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitatif.
Rasional : Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler atau perseptual.
Kriteria evaluasi pasien akan :
mendemostrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan
Intervensi :
a. Kaji ulang kemampuan menalan pasien secara individual, catat luasnya paralisis fasial, gangguan lidah, kemampuan untuk melindungi jalan nafas. Timbang berat badan secara periodik sesuai kebutuhan.
Rasional : Identifikasi kemampuan menelan pasien untuk menentukan pemilihan intervensi yang tepat.
b. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.
c. Mulai berikan makan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air. Pilih/Bantu pasien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan, contohnya : telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak lainnya.
Rasional : Makanan lunak/cair kental lebih muda untuk mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
d. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional : Menguatkan otot fasialis dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.
e. Pertahankan masukan dan haluan dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk.
Rasional : Jika usaha menelan tidak mamadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan makanan harus dicarikan metode alternatif untuk makan.
f. Berikan cairan melalui IV dan/atau makanan melalui selang.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta perawatan.
Kriteria evalusi pasien akan :
berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Intervensi :
a. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana/kemungkinan melakukan kembali aktifitas.
Rasional : Meningkatkan pemahaman, memberikan harapan pada masa. Datang dan menimbulkan harapan dari keterabatasan hidup secara “normal”.
b. Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang.
Rasional : Aktvitas yang dianjurkan, pembatasan dan kebutuhan obat/terapi dibuat pada dasar pendekatan interdisipliner terkoordinasi. Mengikuti cara tersebut merupakan suatu hal yang penting pada kemajuan pemulihan/pencegahan komplikasi.
c. Sarankan menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berpikir.
Rasional : Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
d. Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat, seperti perkumpulan stroke, atau program pendukung lainnya.
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan penanganan di rumah dan penyelesaian terhadap kerusakan.
D. Pelaksanaan Keperawatan Stroke Hemoragik
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk mengetahui perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan (Doenges et al, 1999).
Alfaro (1994) dalam Carpenito (2000) menyatakan bahwa komponan implementasi dari proses keperawatan meliputi penerapan keterampilan yang perlu implementasi intervensi keperawatan. Keterampilan dan pengetahuan perlu untuk implementasi yang biasanya difokuskan pada :
1. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
2. Melakukan pengakajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau mamantau status atau masalah yang ada.
3. Melakukan penyuluhan untuk membantu klien mamperoleh pengetahuan baru mangenai kesehatan mereka sendiri atau penatalaksanaan penyimpangan.
4. Membantu klien membuat keputusan tantang perawatan kesehatan dirinya sendiri.
5. Konsultasi dan rujuk pada profesional perawatan kesehatan lainnya untuk memperoleh arahan yang tepat.
6. Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan, mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan.
7. Membantu klien untuk melaksanakan aktivitas mereka sendiri.
8. Membantu klien untuk mengidentifikasi resiko, atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Doenges et al, 2000).
Evaluasi mencakup tiga pertimbangan yang berbeda (Carpenito, 2000) yaitu :
1. Evaluasi mengenai status klien
2. Evaluasi tentang kemajuan klien kearah pencapaian sasaran.
3. Evaluasi mengenai status dan kejadian rencana perawatan.
Hasil yang diharapkan sebagai indikator evaluasi asuhan keperawatan pada penderita stroke yang tertuang dalam tujuan pemulangan (Doenges et al, 2000) adalah :
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis diminimalkan atau dapat stabil.
2. Komplikasi dapat dicegah atau diminimalkan.
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan yang minimal dari orang lain.
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan.
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatanya dapat dipahami.
Dokumentasi keperawatan sangat penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dokumentasi ini penting karena pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien membutuhkan catatan dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai kemungkinan masalah yang dialami klien baik masalah kepuasan maupun ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan (Hidayat 2001).
Back to Top